Rabu, 16 Maret 2011

J.I.L (Jaringan Islam Liberal)

Bila kita bicara tentang JIL, kita akan teringat pada kejadian teror bom yang disiarkan hari ini oleh media.
JIL adalah sebuah organisasi yang mencoba untuk melihat isu-isu religi dari sisi yang berbeda, tapi sayangnya saya menganggap sisi berbeda yang diangkatnya bukan untuk konsumsi umum. Saya melihat isu-isu yang diangkat JIL cenderung isu yang menambah parah kontroversi yang sudah ada.
Ketika orang giat membahas tentang eksistensi Ahmadiyah sebagai aliran sesat, JIL malah menentangnya. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh salah seorang anggota JIL, Ahmad Sahal. Dia mengatakan bahwa

"Dalam kerangka Qur’ani semacam inilah kita bisa mengerti kenapa Nabi tidak menghukum Musailamah yang tanpa tedeng aling-aling mengaku nabi. Bukan karena beliau mendiamkannya—toh Nabi melabelinya dengan gelar “Al Kazzab.” Menurut saya, nabi bersikap seperti itu karena dalam Al-Qur’an, hukuman terhadap si murtad memang sepenuhnya menjadi hak prerogatif Allah SWT. Nabi Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang bertugas menyampaikan risalah Ilahi. Beliau bukan Tuhan yang turun ke bumi. Itulah mengapa Al-Qur’an menegaskan tidak ada paksaan dalam agama.
Kalau Nabi saja demikian sikapnya, alangkah lancangnya FPI, MUI, dan Menteri Agama yang merasa punya hak untuk mengambil alih wewenang Tuhan untuk mendaulat diri mereka sebagai hakim atas orang-orang yang dianggap murtad seperti terlihat dalam sikap mereka terhadap jama’ah Ahmadiyah. Di sinilah saya kira umat Islam mesti memilih dalam bersikap, mau mengikuti cara-cara FPI, MUI, dan Menteri Agama, atau meneladani sikap Rasulullah."

Anda bisa membaca artikel lengkapnya disini. (tunggu sebentar dan klik SKIP ADS)

Secara pribadi, saya setuju dengan maksud JIL, karena memang Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Kemudian Nabi Muhammad, saw juga telah banyak mengingatkan kita untuk menegakkan perdamaian.

Perlu saya garis bawahi, bahwa hanya pada dua poin diataslah saya sependapat dengan JIL, tapi mengenai pertentangan nabi palsu, saya tidak pernah sependapat.

Yang perlu kita ingat bahwa selama ini Nabi yang diakui dalam syari'at Islam berjumlah 25 nabi, tidak lebih dan tidak kurang, dan nabi terakhir adalah Muhammad saw. Ketika ada aliran atau golongan lain yang menganggap bahwa ada nabi setelah nabi Muhammad, maka jelas dia bukanlah Islam. Ini adalah konsep yang bersifat mutlak dan tak terbantahkan. Jadi wajar bila sebagian besar umat Islam tidak mengakui Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam.
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa selama ini langkah pemerintah dalam hal ini Departemen Agama kurang cepat. Akhirnya FPI dan ormas lain turun kejalan.

Setelah menulis artikel ini sambil membaca artikel di website JIL, lama-lama saya mulai ragu. Saya teringat sebuah ayat, "lakumdiinukum waliyaddin", bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Ayat tersebut sudah jelas memberikan isyarat tentang kemutlakan konsep Islam secara keseluruhan. Bila tidak sesuai dengan syari'at, maka dia bukanlah Islam. Kebebasan beragama yang dipegang oleh JIL adalah sebuah hasil pemikiran yang wajib dilandasi oleh syari'at.
Mengingat peristiwa yang terjadi pada masa penyebara Islam di Indonesia yang disebarkan oleh Wali Songo, ketika itu Syeh Siti Jenar menerapkan konsep "Manunggaling Kawulo Gusti" atau penyatuan sang pencipta (Allah) dengan hambanya. Dalam kajian Ilmu Tasawuf , konsep ini memang ada, tapi pelaksanaan konsep ini harus benar-benar dilandasi oleh konsep syari'at yang benar-benar mantab.
Bila pembahasan JIL ini ditujukan untuk masyarakat umum lebih baik jangan, karena pembahasan kebebasan beragama tidak layak untuk konsumsi umum.

0 komentar:

SentraClix

About Me

Foto Saya
visicomtech
Semuanya berawal dari ketidakmampuan, kegagalan adalah media belajar paling canggih
Lihat profil lengkapku

Labels

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut